ini adalah proses latihan dan mengajar dipondok pesantren Syaichona Kholil bangkalan madura jawa timur

tari sufi,gambus surabaya, tari sufi surabaya, tari sufi lombok, tari sufi sulawesi, tari sufi kalimantan, tari sufi sumatra, sufi dance malasyia, sufi dance singapura, sufi dance hongkong, sufi dance filipina, tari sufi malang, tari sufi bali, tari sufi jember, tari sufi bandung, tari sufi jombang, tari sufi gresik, gambus, musik religi, sholawat, marawis Surabaya,gambus Gresik, hub fajar 082230546664, kunjungi instagram: muhammadfajarrizki
Rabu, 20 Agustus 2014
Diriwayatkan oleh Sulthan Awliya
Quthubul Ghawts Mawlana Syaikh Muhammad Nazim Adil Al Qubrusi An
Naqshabandi Al Haqqani yang diwakili oleh Mawlana Shaykh Muhammad Hisham
Kabbani An Naqshbandi Al Haqqani Ar Rabbani. Pada suatu hari saat
Sayyidina Rasulullah SAW khobah Jum'at, datanglah seorang Baduy Arab
seraya bertanya kepada Sayyidina Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah SAW,
kapankah kiamat itu datang?”. Sayyidina Rasulullah SAW tidak menjawab,
Beliau hanya diam. Baduy Arab itu terus bertanya sampai 3 kali hingga
Sayyidina Jibril a.s datang menghadap Sayyidina Rasulullah SAW dan
berkata, “Tanyakanlah padanya apakah bekal yang dia bawa untuk menyambut
hari kiamat itu?”. Lalu Sayyidina Rasulullah SAW menyampaikannya dan
orang Baduy Arab itu menjawab, “Bukankah aku memiliki Cinta kepadaMu Ya
Rasulullah SAW.” Dan Sayyidina Rasulullah berkata, “Cukuplah itu
membuatmu berdekatan dengan orang yang kau cintai seperti dua jari yang
berdekatan.”Dan seketika itu juga orang Baduy Arab itu pergi tanpa
mengikuti sholat jum'at.
Shaykh Hisham Kabbani memperlihatkan bagaimana Sayyidina Abu Bakar Shiddiq Whirling |
Saat
mendengar percakapan itu, Sayyidina Abu Bakar Shiddiq RA(1) yang selama
ini risau akan pertanyaan yang sama, bertanya kepada Sayyidina
Rasulullah SAW, “Ya Sayyidina Rasulullah SAW, apakah cukup hanya dengan
Cinta?”. Kemudian Sayyidina Rasulullah SAW menjawab, “Syarat yang utama
adalah Cinta!”. Mendengar jawaban itu, hati Sayyidina Abu Bakar Shiddiq
ra sangat gembira, begitu bahagia hingga ia mulai berputar dengan
jubahnya. Gerakan memutar inilah yang kemudian dikembangkan oleh Mawlana
Jalaluddin Rumi menjadi Whirling Dervishes.
Lalu tarian ini kembali muncul
beberapa abad setelahnya, yang dilakukan oleh Mawlana Jalaluddin Rumi,
seorang sufi yang juga merasakan cinta yang hampir sama kepada gurunya
Mawlana Syamsuddin At-tibrizi, atau Syams-i-Tabriz. kemudian tarian ini
terus dikembangkan oleh Thariqat Mawlawiyah atau Mevlevi, yang kemudian
menjadi seni yang dipertontonkan keseluruh dunia.
Walaupun tarian ini mempunyai
makna yang dalam dan esensi spiritual yang tinggi, namun dewasa ini,
tarian ini pun sudah kehilangan maknanya, hanya menjadi penghias mata
belaka. Tetapi karena sejarah dari tarian ini tidak sembarangan, maka
akan selalu indah untuk dilihat. Oleh karena itu kami ingin mencoba
menyingkap rahasia dan hakikat yang sebenarnya dari tarian ini.
Islam adalah agama yang penuh
dengan kedamaian. Dibuktikan dengan dari sekian banyaknya tradisi dan
ajaran-ajaran –yang saat ini sudah mulai dilupakan dan ditinggalkan–
salah satunya adalah tarian whirling dervish, tarian yang dilakukan Atas
nama Cinta, Dengan Cinta dan Untuk membawa Cinta.
Tarian Whirling Dervish dapat
menarik siapa saja baik yang beragama islam atau yang tidak beragama
islam. Karena Tarian ini memiliki keindahan putarannya yang dapat
menyentuh kalbu lewat sentuhan spiritual yang tersirat di dalamnya. Di
zaman sekarang, dimana islam sudah dianggap agama teroris, dan tidak
lagi dipercaya sebagai agama pembawa kedamaian yang dibawa oleh
Sayyidina Rasulullah Muhammad SAW. Penyelewengan ini memicu kami untuk
menyingkap Hakekat dari agama yang penuh dengan Cinta Kasih ini, lewat
berbagai jalan yang mampu membawa kedamaian dalam hati setiap manusia.
Seperti islam yang tidak menyebar lewat satu jalan, namun banyak jalan,
demikian pula dengan seni yang mengatasnamakan Cinta Illahi.
Nama tarian itu adalah Mevlevi Sema Ceremony atau lebih akrab disebut Sema
(dalam bahasa Arab berarti “mendengar”, atau jika diterapkan dalam
definisi lebih luas adalah bergerak dalam suka cita sambil mendengarkan
nada-nada musik sembari berputar-putar sesuai dengan arah putaran alam
semesta). Di Barat, tarian ini lebih dikenal sebagai “Whirling
Dervishes” atau para Darwis yang berputar, dan digolongkan sebagai divine dance.
Mevlevi Sema Ceremony juga telah dikukuhkan oleh UNESCO sebagai salah satu karya agung dalam tradisi lisan yang tak ternilai harganya. Rumi dan Whirling Dervishes: Adalah satu tarikan nafas, seperti halnya Rumi dan puisi-puisinya. Goethe menyebut Rumi sebagai The greatest mystic poet of the world.
Tentang ketokohan Rumi,
rasanya tak perlu dibahas lagi. Jika pengaruhnya masih demikian luas
setelah 800 tahun kepergiannya, manusia ini tentu luar biasa. William
Dalrymple menulis bahwa pada saat masyarakat AS dicekam horror Bin
Laden, ternyata buku puisi terlaris sepanjang 90-an bukanlah karya-karya
penulis besar AS semacam Robert Frost, Robert Lowell, tidak juga
karya-karya klasik raksasa Eropa seperti Shakespeare, Homer, Dante;
tetapi justru karya-karya Maulana Jalaluddin Rumi. Sedangkan Rumi sendiri “hanya” menyebut dirinya sebagai :
I am dust on the path of Muhammad, the chosen one..
Saat ini nama Rumi dikenal cukup baik di Barat. Bahkan beberapa komunitas disana telah membentuk semacam perkumpulan Sema, yang bertemu setiap minggu untuk berdiskusi dan menarikan Whirling Dervishes. Komunitas ini terdapat di beberapa Negara Eropa seperti Swiss, Jerman, Belanda, dan AS.
Apakah mereka muslim? Tentu saja ya, karena sebagian besar penari Whirling beragama islam. Komunitas ini menangkap ajaran Rumi
atas nama kemanusiaan yang berketuhanan dan beragamakan cinta. Sufisme
yang mereka anut menjadi semacam liberal Sufism, bukan dalam konteks
ortodoksi & ortopraksi sufisme Islam. Bagi mereka, Rumi adalah sosok
yang telah membuka mata hati mereka, bahwa manusia dengan seluruh peradabannya hanyalah setitik debu di hadapan Tuhan.
Senada dengan itu, kalangan Islam liberal juga kerap “mendewakan” Rumi
sebagai sosok pluralis. Mereka mengikuti petuah para pendekar
pluralisme, misalnya John Hick--seorang tokoh pluralisme agama--yang
kerap mengutip kata-kata Rumi : “ Lampu-lampu itu berbeda, tapi cahayanya sama, datang dari sumber yang sama…”
Terkadang kata-kata dan argumen Rumi
dipakai oleh kalangan Islam liberal untuk menambah hujjah(2) mereka
bahwa pluralisme agama adalah sebuah keniscayaan yang tidak bertentangan
dengan ajaran Islam. Tentu saja hujjah ini dimaksudkan untuk melemahkan
posisi argumen dari mereka yang berseberangan dengan para liberalis.
Sebaliknya, bagi mereka yang
agak konservatif (selain pengikut salaf), kerap menuding cara pandang
liberalis telah membajak karya Rumi untuk kepentingan ideologis mereka. Rumi dengan semua karyanya, hanya bisa dipahami di atas kerangka Al-Qur'an dan Hadist. Rumi yang telah dilucuti ke-Islam-annya adalah tak lebih dari Kahlil Gibran.
Samâ' bukanlah sembarang tarian,
melainkan tarian yang memuat konsep spiritual didalamnya. Samâ' bisa
dikatakan sebagai sebuah metode intuitif untuk membimbing setiap
Individu untuk membuka jalan jiwanya menuju Tuhan. Ketika akal pikiran
tak sanggup lagi menjangkau Tuhan, maka metode semacam ini ditempuh.
Lewat samâ' , para dervishes atau darwis melakukan perjalanan mistis spiritual(3) menuju kesempurnaan, untuk meleburkan jiwanya dengan Tuhan(4). Dengan membuang segala ego, menghampiri kebenaran hingga tiba di gerbang kesempurnaan.
Setelahnya, mereka kembali lagi
sebagai seorang dengan tingkat kesempurnaan yang meningkat, sehingga
mampu menebar cinta kepada seluruh makhluk ciptaan Tuhan tanpa
membedakan keyakinan atau ras.
Dalam bukunya yang berjudul Sufism: A Short Introduction , William C. Chittick mengatakan bahwa tujuan samâ' adalah memperkuat dzikir(5) kepada
Allah seraya mengobarkan api yang membakar habis segala sesuatu kecuali
Dia. Bagi penari samâ' , musik adalah bahasa rahasia, tanda-tanda Tuhan
yang bersinar dan dapat didengar. Ketika mendengar bahasa rahasia
tersebut, jiwa manusia mengingat tempat kediaman asalnya, yakni hari
alastu , ketika Tuhan mengadakan perjanjian dengan Adam dan
keturunannya, dengan mengatakan, “Alastu bi rabbikum?”. “Bukankah Aku Tuhanmu?”, yang dijawab oleh mereka dengan: “ Ya! kami bersaksi .” (QS. 7:172).
Setidaknya ada tiga unsur
penting yang menjadi karakteristik samâ': pikiran, hati (lewat ekspresi
perasaan, puisi dan musik), dan tubuh (dengan menggerakan kehidupan
lewat putaran).
Terdapat rahasia tersembunyi
dalam samâ'. Musik dan tari, masing-masing menyimpan muatan spiritual.
Musik yang mengiringi merupakan media untuk membangkitkan gairah kalbu
untuk mengingat Tuhan, yang bisa mengantarkan manusia ke dalam keadaan dzauk (keadaan
dimana manusia merasakan cinta kepada Allah sedemikian besarnya,
sehingga mereka ingin segera bertemu dengan Allah), kepada asal mereka
sendiri dalam ‘ketiadaan'.
Dari sudut pandang sains, segala
sesuatu yang ada di alam semesta ini dibangun dari kumpulan partikel
atom. Di dalam atom terdapat elektron yang berputar mengitari intinya.
Jika kita kaitkan, sesungguhnya seluruh benda di alam semesta ini dalam
keadaan berputar. Hakikatnya manusia berputar karena ada atom di
tubuhnya yang berputar menggerakkan sel sehingga darah dapat beredar.
Kehidupan manusia pun berputar melewati beberapa fase. Dari tanah
berputar melewati berbagai fase hidup, akhirnya kembali lagi menuju
tanah. Demikian juga planet-planet berputar mengitari matahari.
Dalam samâ', putaran tubuh
mengibaratkan elektron yang bertawaf mengelilingi intinya menuju sang
Maha Kuasa. Harmonisasi perputaran di alam semesta, dari sel terkecil
hingga ke sistem solar, dimaknai sebagai keberadaan Sang Pencipta.
Pikirkan ciptaan-Nya, bersyukur dan berdoalah. “Bertasbih kepada
Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi; hanya Allah lah
yang mempunyai semua kerajaan dan semua pujian, dan Dia Maha Kuasa atas
segala sesuatu .” (QS. 64:1).
Asal Tarian
1. Kota Turki
Turki atau Konya adalah kota dimana Mawlana Jalaludin Rumi
memulai ajaran ajarannya. Dan disinilah Thariqat Mawlaw iyah
berkembang. Jalaludin Rumi mendapatkan nama “Rumi” dari kota ini, yang
dulunya bernama “Rum” atau “ Rome ”.
Sampai saat ini pun, tarian
whirling masih sangat berkembang di Turki. Dan menjadi salah satu nilai
sejarah budaya bangsa mereka.
2. Mawlana Jalaludin Rumi
Samâ',
tarian sakral yang pertama kali diajarkan oleh Maulana Jalaluddin Rumi
(1207-1273), sang penyair-sufi agung asal Persia. Samâ’ adalah upacara
atau ritual yang diadakan sebagai pengantar para penari kepada sublimasi
antara makhluk dengan Penciptanya. Upacara ini berisi adab-adab yang
masing-masing mengandung makna.
Tarian mistis yang penuh
simbolisme ini pertama kali menginspirasi Rumi setelah kehilangan guru
spiritual yang sangat dicintainya, Syamsuddin Tabrizi. Ia adalah seorang
darwis misterius yang bagaikan magnet mampu menyedot seluruh perhatian
Rumi, hingga orientasi spiritual Rumi berubah secara dramatis, dari
seorang teolog dialektis menjadi seorang penyair-sufi. Kemisteriusan
Syams membuat putera Rumi menyepadankannya dengan Khidr(6).
Lukisan Rumi & Shalahuddin Faridun Zarkub oleh Omar Faruk Atabek |
Dikisahkan
di suatu pagi, seorang pandai besi yang juga darwis bernama Shalahuddin
Faridun Zarkub menempa besinya. Pukulan itu kontan membuat Rumi menari
hingga mencapai keadaan ekstase. Lalu secara spontan dari mulut Rumi mengalir ujaran-ujaran mistis dalam bentuk puisi.
Selanjutnya, Shalahuddin dijadikan Rumi
sebagai khalifah (wakil) untuk menggantikan posisi Syams, tempat ia
mencurahkan gagasan dan perasaannya. Setelah melembaga, tarian ini
sering dilakukan Rumi selepas shalat Isya di jalanan kota Konya,
diikuti para darwis lainnya. Acara terakhir biasanya ditutup dengan
pembacaan ayat suci Al-Quran.
Bagi Rumi menari adalah
Cinta. Dan Rumi tak berhenti menari karena ia tak pernah berhenti
mencintai Tuhan. Hingga tiba saatnya di suatu senja 17 Desember 1273, ia
dipanggil Sang Maha Kuasa dalam keadaan diliputi Cinta Ilahi.
Setelah wafatnya Rumi,
tarekat Maulawiyah (beserta ritual samâ'-nya) berlanjut terus di bawah
pimpinan Syaikh Husamuddin Hasan bin Muhammad, salah seorang sahabat
karibnya, yang juga dijadikan Rumi sebagai khalifah setelah
kepergian Shalahuddin. Husamuddin adalah orang yang memberinya dorongan
dan inspirasi sehingga lahirlah sebuah karya yang menjadi magnum opus Rumi, yakni Matsnâwî. Kitab ini terdiri dari enam jilid dan berisi 25.000 untaian bait bersajak.
“Jika kau menulis sebuah buku seperti Ilahiname milik Sana'i atau Mantiq at-Thayr milik Fariduddin Attar, niscaya akan menarik minat sekumpulan penyanyi keliling. Mereka akan mengisi hatinya dengan apa yang kau tulis dan musik akan digubah untuk mengiringinya”, demikian saran Husamuddin kepada Rumi di sebuah kebun anggur Meram di luar Konya. Bersama Husamuddin lah Matsnâwî tercipta. Sehingga karya monumental ini dikenal pula dengan sebutan Kitab-i Husam (Bukunya Husam).
Terpesona dengan kandungan dari
karya tersebut, seorang orientalis Inggris bernama R.A Nicholson –yang
menghabiskan hampir seluruh hidupnya untuk mengkaji karya Rumi–
mengatakan, Matsnâwî adalah sungai besar yang tenang dan dalam, mengalir
melalui banyak dataran yang kaya dan beragam menuju samudera tak
bertepi. Matsnâwî di mata para pengikut Rumi dianggap sebagai
uraian makna batin Al-Quran. Sementara Abdurahman Jami –penyair asal
Persia– menyebutnya “Al-Quran dalam bahasa Persia.”
Dan bab ke tiga Matsnâwî berisi tentang kefanaan dalam samâ'. “Tatkala gendang ditabuh, serta merta sebuah rasa ekstase merasuk laksana buih yang meleleh dari debur sang ombak.”, begitu senandung Rumi.
Setelah Husamuddin wafat, tarekat Maulawiyah berlanjut di bawah kepemimpinan putera tertua Rumi,
Sultan Walad. Di tangan puteranyalah tarekat ini terorganisir dengan
baik, hingga ajaran ayahnya tersebut menyebar ke seluruh penjuru negeri.
Tarekat Maulawiyah di Barat
lebih dikenal dengan sebutan ‘The Whirling Dervishes' (darwis-darwis
yang berputar), mengambil nama dari ciri utama tarekat ini. Selain di
Eropa, kini tarekat Maulawiyah sudah merambat ke dataran Amerika hingga
ke benua Asia.
Sekian abad lamanya pertunjukan
samâ' menarik perhatian para pengembara spiritual, hingga lahir
catatan-catatan penting tentangnya. Dalam bukunya yang berjudul Islamic
Art and Spirituality, Seyyed Hossein Nasr mengatakan bahwa samâ' diawali
dengan nostalgia tentang Tuhan, berlanjut dengan keterbukaan sedikit
demi sedikit terhadap limpahan karunia dari surga, setelah itu mengalami
keadaan ekstase (fana'), lebur bersama Al-Haqq(7).
Rumi menyebut samâ'
sebagai simbolisme kosmos, sebuah misteri yang sedang menari. Putaran
tubuh adalah tiruan alam raya, seperti planet-planet yang berputar.
Posisi tangan yang membentang secara simbolik menunjukkan bahwa hidayah
Allah diterima oleh telapak tangan kanan yang terbuka ke atas, lalu
disebarkan ke seluruh makhluk oleh tangan kiri. Ini merepresentasikan
sebuah penyerahan dan penyatuan dengan Tuhan.
Teknik Tarian
Setiap atom menari di darat atau di udara
Sadari baik-baik, seperti kita, ia berputar-putar tanpa henti di sana
Setiap atom, entah itu bahagia atau sedih,
Putaran matahari adalah ekstase yang tak terperikan
Shalawat disenandungkan, gendang
mulai bertabuh, seruling ney mulai ditiup. Sekelompok darwis mengenakan
atribut yang seragam. Topi yang memanjang ke atas, jubah hitam besar,
baju putih yang melebar di bagian bawahnya seperti rok, serta tanpa alas
kaki. Mereka membungkukkan badan tanda hormat lalu mulai melepas jubah
hitamnya. Posisi tangan mereka menempel di dada, bersilang mencengkram
bahu. Di tengah-tengah mereka tampak seorang Syaikh, yang berperan
sebagai pemimpin. Jubah hitam tetap ia kenakan. Ia maju mengambil
tempat. Kini giliran syaikh tersebut membungkukkan badannya pada darwis
lainnya, mereka pun balas menghormat.
Sekelompok darwis itu kemudian
membentuk barisan. Satu per satu maju. Setelah sang pemimpin memberi
restu, maka ritual pun dimulai.
Tangan-tangan masih menyilang di
bahu. Kaki-kaki yang telanjang mulai merapat. Lalu dimulailah gerakan
berputar yang lambat, dengan tumit kaki dijadikan sebagai tumpuan secara
bergantian, sementara kaki yang satunya sebagai pemutar. Perlahan-lahan
tangan dilepas dari bahu dan mulai terangkat. Gerakan tangan yang
anggun itu berangsur membentuk posisi horizontal. Telapak tangan kanan
menghadap ke atas, yang kiri ke bawah.
Lukisan whirling dervishes di tekke di Konstantinopel pada abad 18 |
Semakin
lama gerakan semakin cepat, selaras dengan ketukan irama yang
mengiringinya. Mata-mata itu nampak semakin sayu, sebagian terpejam.
Kepala mereka semakin condong ke salah satu pundaknya. Semakin cepat
putaran, rok-rok putih yang mereka kenakan semakin mengembang sempurna
laksana payung yang terbuka. Orang-orang itu semakin larut. Suasana
magis seolah tercipta.
Gendang belum berhenti bertabuh, ney(8) masih mengalun syahdu. Tanpa isyarat dari sang pemimpin ritual untuk berhenti, mereka akan terus melambung dalam keadaan ekstase.
Posisi tangan yang membentang secara simbolik menunjukkan bahwa hidayah Allah diterima oleh telapak tangan kanan yang terbuka ke atas, lalu disebarkan ke seluruh makhluk oleh tangan kiri. Ini merepresentasikan sebuah penyerahan dan penyatuan dengan Tuhan.
Atribut yang dikenakan juga merupakan metafora yang menyimpan makna. Topi Maulawi –yang biasanya berwarna merah atau abu-abu– melambangkan batu nisan ego, jubah hitam sebagai simbol alam kubur yang ketika dilepaskan melambangkan kelahiran kembali menuju kebenaran, baju putih adalah kain kafan yang membungkus ego, dan ney melambangkan jiwa yang dinafikan dari diri, digantikan dengan Jiwa Ilahi. Seruling buluh ini juga melambangkan terompet yang ditiupkan malaikat di hari kebangkitan untuk menghidupkan kembali orang yang mati. Karpet merah yang biasa diduduki oleh sang syaikh melambangkan keindahan matahari dan langit senja, yang waktu itu menghiasi kepergian Rumi untuk selamanya.
Samâ' bukanlah sembarang tarian, melainkan tarian yang memuat konsep spiritual didalamnya. Samâ' bisa dikatakan sebagai sebuah metode intuitif untuk membimbing setiap Individu untuk membuka jalan jiwanya menuju Tuhan. Ketika akal pikiran tak sanggup lagi menjangkau Tuhan, maka metode semacam ini ditempuh.
Dalam samâ', putaran tubuh
mengibaratkan elektron yang bertawaf mengelilingi intinya menuju sang
Maha Kuasa. Harmonisasi perputaran di alam semesta, dari sel terkecil
hingga ke sistem solar, dimaknai sebagai keberadaan Sang Pencipta.
Pikirkan ciptaan-Nya, bersyukur dan berdoalah. “Bertasbih kepada Allah
apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi; hanya Allah lah yang
mempunyai semua kerajaan dan semua pujian, dan Dia Maha Kuasa atas
segala sesuatu.” (QS. 64:1).
Akhirnya kita saksikan sang
pemimpin mulai berdiri. Tabuhan gendang terdengar dipercepat, seiring
itu putaran tubuh pun semakin kencang. Kemudian syaikh itu memberikan
isyarat untuk berhenti. Seketika itu musik dan para penari pun berhenti.
Dan pertunjukan pun berakhir. Tanpa tepuk tangan, karena samâ' bukanlah
sebuah pagelaran seni.
Dengan berputarnya tubuh yang
berlawanan dengan arah jarum jam, para penari merangkul kemanusiaan
dengan cinta. Manusia diciptakan dengan Cinta untuk mencinta. “Semua cinta adalah jembatan menuju Cinta. Siapa saja yang tak merasakannya tak akan tahu,” demikian kata Rumi.
Makam Rumi di Konya
dikelola oleh pemerintah Turki sebagai obyek wisata. Setiap tahunnya,
terutama antara tanggal 2-17 Desember, ribuan peziarah dari delapan
penjuru mata angin berkunjung, menyaksikan para pengikut Maulawi
berputar untuk memperingati “malam penyatuan”, malam di mana sang guru
tercinta wafat.
Mausoleum Konya menyimpan
kenangan. Saksi bisu sejarah tatkala ujaran sang penyair agung mengisi
lembar peradaban luhur Islam melalui karya estetisnya, menjadi sumber
inspirasi yang membakar jiwa para pecinta di segenap penjuru dunia.
Seperti gelombang di atas putaran kepalaku,
maka dalam tarian suci Kau dan aku pun berputar
Menarilah, Oh Pujaan Hati,
jadilah lingkaran putaran
Terbakarlah dalam nyala api-bukan dalam nyala lilin-Nya
Rumi
Dengan berputarnya tubuh yang berlawanan dengan arah jarum jam, para penari merangkul kemanusiaan dengan cinta.
Bahwa Tuhan menciptakan dan
memberikan Cinta itu menjadi sebuah inti dari semua cinta, yang dapat
menghilangkan semua batasan (batasan baik itu agama, budaya, ataupun
ras). Di antara semua makhlukNya. Sehingga mereka dapat mencintai semua
mahkluk manusia, dan mencintai mahkluk yang lain. Dan itu dapat menjadi
sebuah obat untuk menyembuhkan penyakit individualis dan egoism dalam
diri manusia.
Dan Rumi telah
menterjemahkan itu semua dalam kesempurnaan bentuk, baik secara ucapan
dalam bentuk puisi dan tarian Sema dalam putaran jasad. Untuk dirinya
merasakan cinta itu, dan membagikan cinta itu kepada makhluknya.
Perlu disampaikan, bahwa
penjelasan ini tidak bermaksud mengajak pembaca untuk menari di hadapan
Tuhan, apalagi menganggapnya sebagai ritual yang sejajar dengan shalat,
puasa, haji, dan sebagainya. Cerita Cinta ini sekadar untuk
memperkenalkan khazanah keislaman yang dibawa oleh seorang Mawlana
Jalaluddin Rumi, yang masyhur bukan saja di Timur, tapi juga di Barat.
Terlepas dari keberatan sebagian
ulama fikih yang memandang musik dan tarian sebagai sesuatu yang
diharamkan secara syariat, jalan spiritual melalui tasawuf –yang
notabene sering menggunakan musik dan tarian sebagai media– telah
memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi peradaban Islam. Terlebih,
dalam prakteknya tasawuf mampu memainkan peranan sebagai obat bagi
penyakit spiritual yang dilanda manusia modern yang semakin teralienasi
dari poros eksistensi.
Catatan Kaki:
- Sayyidina Abu Bakar RA, adalah salah satu sahabat Rasulallah SAW. Yang merupakan salah satu pemegang rahasia terbesar tentang cintanya Rasulallah SAW.
- Hujjah adalah persamaan arti dari acuan.
- Misitis Spiritual disini yang dimaksud adalah perjalan untuk mencitai Tuhan dengan benar.
- Meleburkan cinta manusia kepada kecintaan terhadap Tuhannya.
- Dzikir adalah mengingat Allah, bukan hanya mengucapkan.
- Sebagian ulama menyebut Khidr adalah seorang Nabi dan juga ada yang menyebut Awliya Allah yang mempunyai karakteristik yang aneh.
- Al-Haqq ialah salah satu nama ALLAH SAW yang artinya Maha Benar.
- Ney adalah seruling yang terbuat dari kayu yang berbeda dengan seruling kayu lainnya. Neyy juga adalah seruling khas asal Turki.
Sumber : Rabbani Sufi Institute of Indonesia
Langganan:
Postingan (Atom)